Kamis, 16 Oktober 2008

THAGHUT

RINCIAN BEKERJA
DI DINAS PEMERINTAHAN THAGHUT


Oleh: Ust. Abu Sulaiman Aman Abdurrahman hafidzahullah
Sesungguhnya bekerja di dinas milik Pemerintahan Thaghut adalah ada rincian sebagaimana berikut ini:
1. Setiap pekerjaan yang merupakan pembuatan hukum, pemutusan dengan hukum buatan, pembelaan kepada thaghut atau sistemnya, mengikuti atau menyetujui sistem thaghut, ada syarat sumpah atau janji setia kepada thaghut atau sistemnya, maka semua ini adalah kekafiran.


A. Pekerjaan yang merupakan Pembuatan Hukum
Pembuatan hukum adalah hak khusus Rububiyyah Alllah Ta’ala karena Dia adalah yang menciptakan maka hanya Dia-lah dzat yang berhak menentukan hukum bagi ciptaan-Nya, Dia Ta’ala berfirman:
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah…” (Al A’raf: 54)
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ
“Menetapkan hukum itu hanya hak Allah…” (Al An’am: 57)
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia” (Yusuf: 40)
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ
“Menetapkan hukum itu hanya hak Allah” (Yusuf: 67)
Allah Ta’ala tidak menyertakan satu makhluk pun di dalam hak khusus pembuatan hukum ini baik itu malaikat ataupun para nabi, karena hanya Dia-lah dzat yang menciptakan:
وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
“Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum” (Al Kahfi: 26)
Dan di alam qira-ah Ibnu Amir yang mutawatir di baca:
“Dan janganlah kamu mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalm menetapkan hukum” (Al Kahfi: 26)
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاء وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ - ورَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ - وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ الا هُوَ لَه الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan Tuhan mu menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).Dan Tuhan mu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dia-lah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nya lah Segala Puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nya lah Segala Penentuan Hukum dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan” (Al Qashash: 68-70)
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan bagi-Nya lah segala penetuan hukum dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan” (Al Qashash: 88)
Serta ayat-ayat muhkamat lainnya yang menjelaskan bahwa penetuan hukum baik hukum kauniy mapun hukum syar’I adalah hak khusus Allah Ta’ala yang bila sebagiannya disandarkan atau dipalingkan kepada selain-Nya maka itu berarti penyekutuan terhadap-Nya, pengangkatan tuhan selain-Nya dan pengangkatan tandingan bagi-Nya, sedangkan itu adalah kekafiran.
ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِم يَعْدِلُونَ
“Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka” (Al An’am: 1)
Bila orang yang menyandarkan hak tersebut kepada selain Allah Ta’ala adalah divonis MUSYRIK lagi KAFIR, maka bagaimana halnya dengan orang yang mengakui hak pembuatan hukum itu ada pada dirinya atau kelompoknya atau lembaganya, maka tidak ragu lagi bahwa orang semacam ini lebih KAFIR LAGI karena mengakui dirinya tuhan, walaupun dia tidak membuat hukum, sebagaimana yang diklaim oleh lembaga-lembaga legislative dengan semua tingkatannya dan para anggota di dalamnya yang diberi kewenangan pembuatan UUD atau UU seperti yang tertuang di dalam UUD 1945.
Allah ta’ala Berfirman:
وَمَن يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِّن دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
“Dan barangsiapa diantara mereka mengatakan: “sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim” (Al Anbiya: 29)
Kami adalah para anggota legislatif yang berwenang membuat UU artinya kami adalah tuhan-tuhan selain Allah. Orang-orang semacam ini lebih KAFIR daripada para bani palsu seperti Musailamah Al Kadzdzab dan yang lainnya.
Para pembuat hukum dan UU itu telah divonis dengan berbagai vonis yaitu: Arbab. Wali-wali Syaitan, Sekutu-sekutu Yang Disembah, Thaghut dan Aulia (pemimpin-pemimpin) Kesesatan serta Orang-orang Bodoh.
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang ‘alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (At Taubah: 31)
Bentuk pentuhanan diri yang dilakukan ‘alim ‘ulama dan para rahib di sini adalah pembuatan hukum yang mereka lakukan, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dalam hadits hasan perihal tafsir ayat ini kepada Adiy ibnu Hatim radliyallahu ‘anhu “Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan kemudian kalian (ikut) menghalakannya, dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan kemudian kalian (ikut) mengharankannya?” Adiy menjawab: “Ya”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Maka itulah peribadatan kepada mereka.”
Dan itu adalah yang dilakukan para legislatif dan pejabat tertentu yang diberikan kewenangan pembuatan hukum dan UU. Jadi setiap person para anggota legislatif adalah MUSYRIK KAFIR lagi dipertuhankan selain Allah ta’ala, dan MURTAD bila asalnya muslim dan bila mengatasnamakan ajaran maka dia itu orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah ta’ala.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang kafir?” (Al ‘Ankabut: 68)
Mereka juga divonis sebagai wali-wali syaithan, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah kefasiqan. Sesungguhnya syaithan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik” (Al An’am: 121)
Ayat ini diantaranya berkaitan dengan perdebatan anatara aulia Ar Rahman dengan aulia asy syaithan (kafirin Quraisy), dimana orang-orang kafir menghalalkan bangkai dan mendebat kaum muslimin agar ikut menghalalkannya, Al Hakim meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma mereka berkat: “Apa yang disembelih Allah maka kalian tidak memakannya, sedang yang kalian sembelih maka kalian memakananya; maka Alllah menurunkan… Sesungguhnya syaithan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu…”. Di sini hanya satu hukum saja yaitu pengahalalan bangkai, namun Allah ta’ala memvonis orang yang menurutinya sebagai orang musyrik, dan pembuatnya sebagai wali (kawan) syaithan, dan hukum itu sebagai wahyu (bisikan ) syaithan.
Sedangkan yang dilakukan para anggota legislatif adalah lebih dari itu; penghalalan (pembolehan atau peniadaan sangsi) yang haram, pengaharaman (penetapan sebagai kejahatan dan tindak pidana atau penetapan sangsi) hal yang halal, dan pembuatan ketentuan-ketentuan yang menyelisihi syari’at Allah ta’ala, maka mereka itu adalah wali-wali syaithan. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Orang dikala menghalalkan suatu yang haram yang telah di ijma’kan atau mengharamkan suatu yang halal yang sudah di ijma’kan atau mengganti aturan yang sudah di ijma’kan, maka dia itu KAFIR lagi MURTAD dengan kesepakatan para fuqaha” (Majmu Al Fatawa)
Mereka juga adalah syuraka (sekutu-sekutu) yang disembah selain Allah sebagaimana firman Nya ta’ala:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka dien yang tidak diijinkan Allah” (Asy Syura: 21)
Sedangkan diantara makna Dien adalah hukum atau UU, sebagaimana firman Nya ta’ala:
مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ
“Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut dien (UU) raja” (Yusuf:76)
Jadi para pembuat hukum atau UU itu adalah yang disembah selain Allah ta’ala dengan ketaatan para aparat penegak hukum kepada hukum buatan mereka itu “…dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang musyrik…” (Al An’am: 121) ”…mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…” (At Taubah: 31) berikut tafsir hadits bahwa ibadah di ayat ini adalah ketaatan kepada hukum buatan mereka, sedangkan ketaatan atau kekomitmenan merujuk kepada hukum selain Allah ta’ala adalah ibadah kepada si pembuat hukum itu.
Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithiy berkata: “Bahwa setiap orang yang itiba’ (mengikuti) aturan, UU dan hukum yang menyelisihi apa yang Allah ta’ala syari’atkan lewat lisan Rasul Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia itu MUSYRIK kepada Allah, KAFIR lagi menjadikan yang diikutinya itu sebagai tuhan.” (Risalah Al Hakimiyah Fi Tafsir Adlwail Bayan), dan beliau berkata juga: “Penyekutuan di dalam hukum adalah sama seperti penyekutuan di dalam ibadah.”
Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata: “Ulama telah ijma’ bahwa barang siapa memalingkan sesuatu dari dua macam doa kepada selain Allah maka dia itu MUSYRIK meskipun mengucapkan laa ilaaha illallah, dia shalat dan shaum serta mengaku muslim” (Ibthalut Tandid: 76). Dua doa disini adalah doa ibadah dan doa mas-alah (permintaan), sedangkan penyandaran ketaatan adalah termasuk doa ibadah. Itu orang yang menyandarkan, maka bagaimana halnya dengan orang yang menerima penyandaran ibadah dan mengajak manusia kepadanya seperti para anggota legislatif itu…???!!! Sungguh lebih KAFIR dari Musailamah dan Mirza Ghulam Ahmad serta para pengaku nabi lainnya. Mereka juga adalah thaghut sebagaimana firman Nya ta’ala:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk kafir kepada thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (An Nisa: 60)
Thaghut di dalam ayat ini diantaranya adalah para pembuat hukum, Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah berkata perihal tokoh para thaghut yang kedua: ”Penguasa yang aniaya dan merubah aturan-aturan Allah” (Risalah Fi Ma’na Thaghut di dalam Majmu’ah At Tauhid). Jadi semua anggota legislatif itu adalah thaghut yang diibadati, dama seperti patung-patung yang dipajang di candi Borobudur, bila patung-patung itu diibadahi dengan doa, sesajian dan ritual lainnya, maka berhala-berhala berdasi di biara parlemen dan gedung dewan itu diibadati dengan ditaati hukum hasil buatannya, “… manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yususf: 29). Mana yang lebih baik, hukum yang diturunkan Allah ta’ala yang mengetahui segalanya ataukah hukum buatan orang-orang kafir dan murtad yang memiliki aneka macam kepentingan dan selalu ditemani syaithan…???
Mereka juga divonis sebagai pemimpin-pemimpin kesesatan sebagaimana firman Nya:
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah mengikuti aulia (pemimpin-pemimpin) selain-Nya” (Al A’raf: 3)
Apa yang digulirkan oleh para anggota legislatif itu jelas bukan apa yang Allah turunkan, sehingga mereka itu adalah para pemimpin kesesatan dan kekafiran yang megajak manusia kepada hukum (dien) mereka yang zalim seluruhnya walaupun mereka menyebutnya sebagai keadilan, karena syirik adalah kezaliman yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya syirik adalah benar-benar kezaliman yang sangat besar“ (Luqman: 13)
Mereka juga divonis sebagai orang-orang bodoh, sebagaimana firman-Nya ta’ala:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. (Al Jatsiyah: 18)
Jadi para anggota legislatif itu adalah orang-orang yang tidak mengetahui alias orang bodoh, karena semua orang kafir out pada hakikatnya adalah orang-orang yang bodoh,sebagaimanafirman-Nya ta’ala:
قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ
“Katakanlah:Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah hai orang-orang yang bodoh…?” (Az Zumar: 64), karena, “Mereka mempunyai hati, tapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunya mata (tapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Alla). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi” (Al A’raf: 179)
Itulah vonis-vonis Allah ta’ala bagi para anggota legislatif (MPR, DPR, DPRD dan yang serupa itu) dan bagi para pembuat hukum/UU dan para pengklaim memiliki kewenangan itu walau tidak membuat. Maka masih adakah yang meragukan kekafiran mereka…??? atau adakah orang yang memberi udzur sebagian mereka dengan udzur takwil atau ijtihad dan yang serupa itu padahal dia tidak mengudzur yang kekafirannya di bawah kekafiran para pengaku tuhan itu…???.
Sungguh tidak ada yang meragukan kekafiran mereka kecuali orang kafir seperti mereka atau para penganut paham bid’ah yang berpijak di atas syubhat, atau katak dalam tempurung yang tidak mengetahui realita yang terjadi di sekitarnya.

B. Pekerjaan yang merupakan PEMUTUSAN DENGAN HUKUM BUATAN
Pekerjaan pemutusan dengan selain hukum Allah ta’ala yang merupakan pekerjaan para yudikatif dan eksekutif, yaitu seperti para hakim, para jaksa dan para pejabat adalah pekerjaan kekafiran dengan sendirinya. Selain mereka memutuskan dengan hukum thaghut, mereka juga sudah pasti tahakum (merujuk hukum) kepada hukum thaghut yang menjadi sandarannya, sedangkan masing-masing dari keduanya merupakan kufur akbar.
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al Maidah: 44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim” (Al Maidah: 45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq” (Al Maidah: 47)
Ayat-ayat ini dengan rentetan ayat sebelumnya adalah berkaitan dengan orang yang meninggalkan hukum Allah ta’ala dan malah merujuk kepada hukum tandingan yang mereka sepakati sebagai rujukan. Al Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Al Bara ibnu ‘Azib radliyallahu’anhu berkata: “Dilewatkan kepada Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam seorang Yahudi yang wajahnya dipoles hitam lagi di dera, maka beliau memanggil mereka dan berkaata: “Seperti ini kalian mendapatkan had pezina di kitab kalian?”, mereka berkata: “ya”, maka beliau memanggil seorang dari ulama mereka, terus berkata: “Saya ingatkan kamu dengan Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, seperti ini kalian mendapatkan had pezina di kitab kalian?”, maka dia berkata: “tidak, demi Allah, seandainya kamu tidak mengingatkan saya dengan hal ini tentu saya tidak mengabarkan kepadamu. Kami mendapatkan had pezina di kitab kami itu rajam, namun tatkala hal itu banyak dikalangan para bangsawan kami, maka kami bila seorang bangsawan berzina kamipun membiarkannya, dan bila orang lemah berzina maka kami tegakkan had itu kepadanya. Kemudian kami berkata: “Mari kita sepakati agar kita menjadikan sesuatu (hukuman) yang kita tegakkan terhadap bangsawan dan orang papa”, maka kami pun sepakat terhadap tahmim (pemolesan wajah dengan warna hitam) dan dera”.
Di sini mereka tidak menghapus hukum Allah ta’ala yang ada di dalam Taurat dan mereka juga tidak menghalalkan zina, namun merek menyepakati hukum lain yang diterapkan di tengah mereka. Dan orang-orang yang memutuskan dengan hukum buatan pada zaman ini juga sama seperti mereka, sehingga vonis yang diterapkan kepada orang-orang itu juga sama dengan yang disematkan kepada mereka “…maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”, dan ulama sepakat bahwa gambaran yang sama dengan sebab turun ayat adalah masuk secara qath’iy di dalam hukum yang ada di ayat itu.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Barangsiapa meninggalkan aturan baku yang diturunkan kepada Muhammad ibnu Abdillah penutup para nabi dan dia malah merujuk hukum kepada hukum-hukum yang sudah dinaskh (dihapus), maka dia telah kafir. Maka bagaimana gerangan dengan orang yang merujuk hukum kepada Alyasa(Yasiq) dan lebih mendahulukannya terhadap (aturan Muhammad) itu, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin”. (Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119).
Sedangkan Alyasa (Yasiq) itu adalahkitab hukum yang disusun oleh Jengish Khan yang diambil dari gabungan hukum Islam, Yahudi, Nasrani, ahli bid’ah dan pikiran dia sendiri, sama seperti yang dibuat oleh pemerintahan thaghut negeri ini dimana merangkum dari Islam (dipakai di Pengadilan Agama yang disebut akhwal syakhshiyyah kaitan dengan nikah, cerai dan warisan), dari Yahudi dan Nasrani (seperti KUHP dan yang lainnya sisa penjajahan Belanda dan dipakai sekarang oleh penjajah lokal) dan dari buah pikiran para arbab da parlemen atau di lembaga lainnya, yang semua tidak terlepas dari batasan Yasiq terbesarnya yaitu UUD 1945 yang sering ditambal sulam.
Pemerintah, pejabat, hakim dan jaksa semuanya meninggalkan ajaran Allah ta’ala dan malah memutuskan dan merujuk kepada Yasiq modern, maka mereka kafir dengan ijma kaum muslimin, bahkan mereka itu salah satu tokoh thaghut, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah bahwa diantara tokoh para thaghut yang ketiga: Yang memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan, dan dalilnya adalah firman-Nya ta’ala: “Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Risalah Fi Ma’na Thaghut, Majmu’ah At Tauhid). Vonis ini walaupun dalam satu hukum saja, seperti dalam sebab nuzul ayat itu.

C. Pekerjaan yang SIFATNYA PEMBELAAN KEPADA THAGHUT ATAU SISTEMNYA
Dan ini biasa para pelakunya dinamakan Anshar Thgahut seperti Tentara, Polisi, Intelejen dan yang lainnya yang bertugas mengokohkan thaghut atau sisitemnya atau kedua-duanya baik dengan lisan maupun dengan fisik dan senjata. Thaghut atau sistemnya tidak akan kokoh dan tidak bisa berbuat apa-apa tanpa anshar yang membelanya, melindunginya dan selalu siap siaga berperang di jalannya, oleh sebab itu Allah menamakan anshar thaghut (bala tentaranya) bagai pasak, sebagaimana firman-Nya ta’ala: “Dan Fir’aun yang memiliki pasak-pasak (tentara yang banyak) yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka membuat banyak kerusakan dalam negeri itu” (Al Fajr: 10-12) oleh sebab itu sanksi dunia dan akhirat pun sama-sama didapatkan oleh thaghut dan pembantunya berikut ansharnya sebagaiman firman-Nya ta’ala:
فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنصَرُونَ
“Maka Kami siksa dia (Fir’aun) dan tentaranya lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut”. (Adz Dzariyat: 40), dan firman-Nya ta’ala: “Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta bala tentaranya adalah orang-orang yang bersalah”. (Al- Qashash: 8), dan firman-Nya ta’ala: “Maka Kami hukumlah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim. Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong”. (Al- Qashash: 40-41).
Anshar Thaghut itu ada dua:
· Orang atau dinas yang membela thaghut dengan fisik dan senjata seperti tentara, polisi, intelijen, dan yang lainnya yang dibentuk dan dipersiapkan untuk itu.
· Orang atau dinas yang membela thaghut atau sistemnya dengan lisan atau tulisan, baik itu wartawan atau para cendikiawan dan juga para ulama atau du’at suu’ yang menetapkan keabsahan pemerintahan thaghut ini dan mencap kaum muslimin yang berjihad melawannya sebagai para pembangkang atau khawarij. Dan sikap para ulama dan du’at suu’ ini lebih berbahaya daripada sikap tentara dan polisi terhadap umat, karena mereka berbicara atas Nama Allah ta’ala dalam membela para thaghut itu di hadapan umat, sedangkan tentara dan polisi bertindak atas dasar dunia (gaji dan pensiun). Adapun dalil-dalil perihal kekafiran anshar thaghut ini maka dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma. Allah ta’ala berfirman: “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di jalan Thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu. (An Nisa: 76). Nash yang tegas menyatakan bahwa orang yang beperang di jalan thaghut adalah orang-orang kafir. ”Katakanlah: barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkan (Al-Qur’an) kedalam hatimu dengan seijin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman. Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikatNya, Rasul-rasulNya, Jibril dan Mikail maka sesungguhnyaAllah adalah musuh orang-orang kafir. (AL Baqarah: 97-98). Al Imam Ahmad, At Tirmidzi, dan An Nasai, meriwayatkan dari ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang Yahudi bertanya kepada Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kabarkanlah kepada kami siapa kawanmu? beliau menjawab: Jibril. “Mereka berkata: Jibril itu yang turun dengan (membawa) pertempuran, peperangan dan azab, musuh kami? andaikata kamu mengatakan Mikail yang turun dengan rahmat, tanaman dan hujan tentu ia lebih baik”, maka turun ayat di atas.
Orang yang memusuhi Jibril yang merupakan salah satu utusan Allah ta’ala dari kalangan malaikat, maka dia adalah musuh bagi Allah, malaikat-malaikat-Nya dan semua rasul-Nya, dan dia itu divonis kafir oleh Allah ta’ala. Dan begitu juga orang yang memusuhi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia itu adalah musuh bagi Allah, semua malaikat dan semua rasul, dan dia itu adalah orang kafir. Sedangkan bentuk permusuhan terhadap Allah ta’ala dan Rasul-Nya macam apa yang lebih dasyat dari sikap thaghut dan ansharnya yang mencampakkan hukum Allah ta’ala, menjunjung tinggi hukum syaitan, meninggikan orang-orang kafir dan orang-orang murtad serta orang-orang bejat dan mereka malah mempersulit orang-orang yang bertauhid, memenjarakan dan membunuhi mereka, melapangkan jalan bagi setiap perusak ajaran Allah ta’ala dan membatasi gerakan para penyeru tauhid, mematikan tauhid dan menghidupkan syirik dan kerusakan. Dan anshar thaghut adalah dipersiapkan untuk menjaga keamanan sistem kafir dan mempertahankan Negara kafir dari setiap upaya yang ingin merubahnya dengan sistem yang diturunkan Allah ta’ala, oleh sebab itu mereka adalah kafir baik berperang melawan kaum muwahhidin ataupun tidak, karena sikap mereka tawalliy (loyalitas yang megeluarkan dari Islam) kepada syirik, dan bila memerangi muwahhidin maka mereka menggabungkan antara tawalliy kepada syirik dengan tawalliy kepada orang-orang musyrik.
أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِن قُوتِلْتُمْ لَنَنصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafiq yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: ”Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kalian dan kami selama lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk menyulitkan kamu, dan jika kalian diperangi pasti kami akan membantu kalian.” Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta”. (Al Hasyr: 11).
Allah ta’ala mempertalikan ukhwah kufuriyyah (persaudaraan kekafiran) antara orang orang munafik yang dhahirnya Islam dengan orang orang Yahudi, yaitu Allah ta’ala menvonis mereka kafir, dengan sebab janji mereka untuk membantu orang orang Yahudi itu bila diserang kaum muslimin, padahal janji mereka itu dusta, maka bagimana halnya dengan orang orang yang secara rutin berikrar janji dan sumpah untuk membela thaghut dan sistemnya bila ada rongrongan musuh (yang diantarannya mujahidin muwahhidin), dan mereka selalu siap siaga kapan saja dipanggil dan mereka sebelumnya bersaing untuk masuk dalam barisan itu? bukankah itu realita tentara dan polisi serta yang serupa itu di negeri ini? janganlah ragu terhadap kekafiran mereka secara ta’yin. Andai tidak ada janji dan sumpah itu, tetap saja mereka itu kafir karena dzat dinas dan tugas mereka sejak awal adalah membela thaghut dan sistemnya, sedangkan sumpah dan janji itu adalah penambahan bagi kekafiran mereka. Mereka itu kafir saat perang, atau shalat atau haji atau tidur selama belum berlepas diri dari kekafiran mereka itu.
Bagaimana tentara, polisi juga intelejen serta anshar qanun (undang-undang) yang dinas di penjara-penjara thaghut bisa disebut muslim sedangkan mereka tidak kafir kepada thaghut (Pancasila, UUD dan undang-undang turunannya) yang merupakan salah satu dari dua rukun laa ilaaha illallaah. Syaikh Sulaiman ibnu Abdillah Alu Asy Syaikh rahimahullah berkata: “Sekedar mengucapkan kalimat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan konsekuensinyaberupa komitmen dengan tauhid, meninggalkan syirik akbar dan kufur kepada thaghut, maka sesungguhnya (mengucapkan) itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma”. (Taisir Al Aziz Al Hamid, dinukil dari Al Haqaiq, Syaikh Ali Al Khudlair).
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa orang yang mengucapkan ucapan kekafiran maka dia kafir, walupun dusta, maka apa gerangan bila dia serius?.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Shahih Al Bukhari memperlakukan Al ‘Abbas yang berada di barisan anshar thaghut Quraisy sebagaimana perlakukan terhadap orang kafir, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menawannya dan menyuruhnya untuk menebus dirinya, padahal dia itu mengaku muslim dan mengaku dipaksa ikut perang badar, namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menoleh kepada pengakuan dan klaimnya itu dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Zhahir kamu di barisan kaum musyrikin memerangi kami, adapun rahasia bathin kamu maka urusan itu atas Allah, tebus diri kamu dan dua keponakanmu”.
Di sini jelas takfir mu’ayyan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada individu anshat thaghut walaupun dia mengaku dipaksa, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukumi dia kafir secara dhahir, dan batinnya diserahkan kepada Allah ta’ala dengan sebab pengakuan dipaksanya itu.
Maka bagaimana gerangan dengan tentara, polisi, intelejen dan anshar thaghut hukum lainnya (sipir penjara) yang tidak dipaksa dan mereka bersaing saat mendaftar, bangga dengan korpsnya dan seragamnya, merasa pada posisi kuat dengan menjadi penyembah thaghut itu.
وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِّيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا
“Dan mereka telah mengambil tuhan-tuhan selain Allah, agar tuhan-tuahn itu menjadi pengokoh (pelindung) bagi mereka”. (Maryam 81).
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّواْ الْحَيَاةَ الْدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Dan mereka lakukan itu demi menggapai dunia (gaji dan tunjangan) yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasannya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”. (An Nahl: 107)
Dan mereka selalu siap siaga kapan saja dipanggil serta kekafiran-kekafiran lainnya?. Maka jangan ragu-ragu terhadap kekafiran mereka secara ta’yin…!!! Ingat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah lebih wara’ dan lebih hati-hati daripada kamu…!!!, tapi beliau mengkafirkan secara mu’ayan (personal) orang yang bergabung di barisan anshar thaghut Quraisy padahal mengaku muslim dan mengaku dipaksa, namun kamu bersikap wara’ dari mengkafirkan ta’yin (personal) tentara dan polisi thaghut itu, maka wara’ macam apa itu…???!!!
Para shabat pada zaman Abu Bakar Ash Shidiq radliyallahu ‘anhum ijma (sepakat) terhadap kekafiran anshar thaghut Musailamah Al Kadzdzab dan nabi palsu lainnya secara ta’yin, dimana saat utusan Buzakha’ meminta damai dan taubat datang kepada Abu Bakar radliyallahu ‘anhu, maka beliau mengutarakan beberapa syarat yang disepakati para sahabat diantaranya bahwa mantan orang-orang murtad itu harus bersaksi bahwa orang-orang yang mati terbunuh dari mereka adalah masuk neraka.Sedangkan orang-orang yang terbunuh itu adalah orang-orang yang mu’ayanin (tertentu) dan sedangkan yang boleh dipastikan masuk neraka dalam aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah hanyalah orang-orang yang mati dalam kondisi kafir, dan orang muslim walaupun ahli maksiat tidak boleh dipastikan masuk neraka. Ini artinya para sahabat ijma atas kekafiran anshar thaghut secara ta’yin (personal). (Ijma ini bisa dilihat di dalam Risalah Mufidul Mustafid dan Syarah Syittati Mawadli’ Minas Sirah poin ke-6, milik Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Al Jami’ bahasan Anshar Thaghut milik Syaik Abdul Qadir ibnu Abdil Aziz).
Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata perihal orang-orang yang dikafirkan dengan sebab syirik akbar: “…dan begitu juga (kami kafirkan) orang yang berdiri dengan pedangnya melindungi kuburan-kuburan yang dikeramatkan ini semuanya dan dia memerangi orang yang mengingkarinya dan berupaya untuk melenyapkannya”. Sedangkan tentara, polisi dan satgas syirik lainnya adalah penjaga dan pengawal Pancasila syirik, demokrasi kafir dan UU thaghut, dimana lisan mereka selalu bergema melantunkan dengan lantang Garuda Pancasila, Akulah Pendukungmu, Patriot Proklamasi, Rela Berkorban Untukmu.
Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah tentang anshar Musailamah Al Kadzdzab yang tertipu oleh para saksi palsu dan para du’at penipu yang mengabsahkan klaim Musailamah: “…namun begitu para ulama ijama bahwa mereka itu murtad walaupun mereka jahil akan hal itu, dan barang siapa ragu perihal kemurtadan mereka maka dia kafir.” (Syarah Syittati Mawadli’ Minas Sirah poin ke-6, Majmuah At Tauhid), bahkan diantara yang menjadi saksi keabsahan Musailamah adalah Ibnu Unfuah utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Banu Hanifah (kaum Musailamah) yang malah membelot kepada Musailamah dan menyesatkan mereka, begitu juga banyak orang yang tertipu menjadi anshar thaghut (tentara, polisi, intelejen, kepala lapas dan anak buahnya dan lain-lain) oleh ulama suu’dan du’at penyeru di atas pintu-pintu jahanam yang mengabsahkan pemerintahan kafir murtad ini, sistemnya, falsafahnya dan hukumnya (pemerintahan RI), diantara mereka ada yang duduk menjadi thaghut di parlemen, ada yang menjadi menteri gama Pancasila, ada yang menjadi du’at departemen agama thaghut, ada sebagai Bintal (pembintaan mental) di militar dan posisi-posisi lainnya yang menipu umat.
Di dalam kaidah fiqiyyah ditegaskan bahwa status personel thaifah mumtani’ah (kelompok yang mengokohkan diri atau melindungi diri dengan kekuatan yang dimilikinya) adalah tergantung pemimpinnya. Bila thaifah itu adalah bughat (pemberontak muslim) maka personelnya adalah baghiy (pemberontak muslim), bila Khawarij maka personelnya Khariji, bila thaifah itu adalah pemerintah murtad maka personel ansharnya adalah orang kafir murtad (bila mengaku muslim).

D. PEKERJAAN YANG BERSIFAT MENYETUJUI DAN MENGIKUTI SISTEM THAGHUT
Seperti pekerjaan-pekerjaan yang ada di dinas kejaksaan, kehakiman, KPU, Sekretariat MPR/DPR/DPRD dan yang serupa dengan itu yang intinya menyetujui dan mengikuti sistem atau hukum kafir. Umpamanya seorang petugas kejaksaan (bukan Jaksa) saat memborgol dan mengkrangkeng atau menjemput tahanan adalah dalam rangka mengikuti hukum thaghut, seorang petugas Sijn (penjara/LP) menjaga narapidana agar tidak kabur dalam rangka mengikuti hukum thaghut dan seterusnya.
Pekerjaan-pekerjaan ini sama dengan pekerjaan-pekerjaan sebelunya adalah kekafiran, baik ada sumpah maupun tidak ada karena menyetujui atau mengikuti hukum kafir tanpa ikrah (dipaksa) adalah tawaliy/muwallah kubra (loyalitas yang megeluarkan dari Islam)
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ
} ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ
فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
”Sesunguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam sebagian urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat maut mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridlaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka”. (Muhammad: 25-28)
Di dalam ayat-ayat ini Allah ta’ala memvonis murtad orang yang berjanji kepada orang-orang kafir bahwa dia akan mematuhi atau mengikuti mereka dalam satu urusan kekafiran, maka bagaimana halnya dengan orang yang benar-benar mematuhi atau mengikuti dalam urusan kekafiran itu?, dan bagaimana halnya dengan orang yang tugasnya adalah menjalankan aturan kafir dan bila dia diprotes maka dia menjawab “ saya hanya menjalankan tugas atau perintah” atau “ saya hanya menjalankan atau mengikuti hukum yang berlaku”. Jelas mereka mengikuti apa yang menimbulkan murka Allah ta’ala dan dengan tindakannya itu mereka membenci apa yang mendatangkan ridla-Nya ta’ala.
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepadamu
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم مِّن بَعْدِ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذَاً لَّمِنَ الظَّالِمِينَ
“Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu sesungguhnya kalau begitu kamu termasuk orang-orang yang zalim”. (Al Baqarah: 145)
Ayat itu menjelaskan bahwa seandainya orang muslim mengikuti ajaran kafir tanpa dipaksa maka dia itu kafir walaupun di hati tidak menyukainya atau dia membencinya atau hatinya masih beriman, karena keyakinan hati ini tidak dianggap saat lisan mengucapkan kekafiran atau anggota badan mengerjakan kekafiran kecuali saat kondisi ikrah (dipaksa) saja, sebagaimana firman-Nya ta’ala:
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّواْ الْحَيَاةَ الْدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa padahal hatinya tetap tenang dengan keimanan, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka Allah menimpa mereka azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kaum yang kafir”. (An Nahl: 106-107)
Ayat ini menunjukan bahwa kekafiran itu tidak dimaafkan kecuali dengan sebab ikrah saja, dan ayat ini menunjukan juga bahwa orang yang mengucapkan atau mengerjakan kekafiran tanpa ikrah adalah telah melapangkan dadanya untuk kekafiran walaupun dia mengklaim sebaliknya atau mengklaim mencintai Islam tetap saja dia divonis kafir dan Allahta’ala nyatakan bahwa kekafiran itu terjadi bukan karena ingin kafir atau benci kepada Islam, namun “…karena mereka sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat”, yaitu gaji, tunjangan, fasilitas kehidupan dan jaminan pensiun di masa tua.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan secara umum barangsiapa mengucapkan atau mengerjakan sesuatu yang merupakan kekafiran maka dia kafir dengan sebab itu meskipun dia tidak bermaksud untuk kafir, karena tidak bermaksud untuk kafir seoranpun kecuali apa yang Allah kehendaki”. (Ash Sharimul Maslul).
Syaikh Sulaiman ibnu Abdilllah Alu Asy Syaikh berkata “Ulama ijma bahwa siapa yang mengucapkan atau mengerjakan kekafiran maka dia kafir, baik dia itu serius atau bercanda atau main-main, kecuali orang yang dipaksa”. (Ad Dalail: 1). Bahkan Allah ta’ala berfirman perihal orang-orang yang mengucapkan kekafiran terus beralasan bahwa mereka hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja “…tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian kafir setelah beriman” (At Taubah: 66)

E. PEKERJAAN YANG DISYARATKAN TERLEBIH DAHULU UNTUK BERSUMPAH/JANJI SETIA KEPADA THAGHUT/SISTEM DAN HUKUMNYA
Setiap pekerjaan di dalam dinas pemerintahan thaghut ini walaupun asal pekerjaannya mubah atau haram yang tidak sampai kepada kekafiran, namun sebelum diangkat menjadi pegawai/pekerja disyaratkan mengikrarkan sumpah/janji setia kepada thaghut, maka ini adalah kekafiran karena sebab sumpah/janjinya itu bukan karena dzat pekerjaannya. Umpanya menjadi mantri atau dokter di puskesmas atau rumah sakit adalah mubah, namun bila dia sumpah setia kepada thaghut sebelumnya maka dia kafir karena sumpahnya. Menjadi PNS di Bea Cukai atau Perpajakan atau Imigrasi adalah pekerjaan haram karena semuanya kezaliman namun tidak sampai kepada kekafiran akan tetapi bila sebelumnya ada sumpah atau janji setia kepada thaghut maka menjadi kafir dengan sebab sumpahnya itu.
”Sesunguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam sebagian urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat maut mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridlaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka”. (Muhammad: 25-28)
Di sisi Allah taa’ala memvonis murtad orang yang berjanji kepad orang-orang kafir untuk mematuhi sebagian urusan kekafiran mereka, maka apa gerangan dengan orang yang berjanji untuk setia kepada falsafah kafir, hukum kafir dan negara kafir dan untuk mematuhi segala aturan thaghut…??? dan apa gerangan dengan orang yang mengatakan janjinya dan sumpahnya itu dengan nama Allah…??? sedangkan sesuai dengan aturan main/UU thaghut bahwa orang yang resmi menjadi PNS harus mengikrarkan sumpah PNS seraya disaksikan seorang rohaniawan dan pejabat dilingkungan dinasnya, dan isi sumpahnya adalah sumpah dengan nama Allah untuk setia kepada Pancasila, UUD 45 dan Negara Kafir Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk menjaga rahasia negara dan mendahulukan kepentingan negara terhadap kepentingan golongan (yaitu agama Islam diantaranya).
Lihat lengkapnya di materi yang saya susun di “Kumpulan Risalah dan Terjemah SIJN”, di sana saya cantumkan teks sumpah berikut pasal dan ayat UU nya. Hakikat sumpah itu adalah: “DEMI ALLAH SAYA AKAN KAFIR KEPADA ALLAH DAN BERIMAN KEPADA THAGHUT…!!!” padahal Allah ta’ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
“… beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut itu…” (An Nahl: 36) “…
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ
barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kokoh yang tidak akan putus” (Al BAqarah: 256).
Bilaorang itu mengklaim bahwa dia ucapkan itu seraya berdusta dan dihatinya tidak ada niat untuk setia dan patuh, maka kami katakan bahwa kamutetap kafir…!!! walau hanya bohongan saat mengikrarkan sumpah itu, karena Allah telah mencap kafir orang yang berjanji bohong untuk melakukan kekafiran (yaitu membantu orang-orang Yahudi dalam melaawan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam) sebagaimana firman-Nya ta’ala: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafiq yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: ”Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kalian dan kami selama lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk menyulitkan kamu, dan jika kalian diperangi pasti kami akan membantu kalian.” Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta”. (Al Hasyr: 11).
Alasan yang diterima Islam hanya ikrah (paksaan), sedangkan kalian tidak dipaksa dan justru bersaing untuk menjadi pegawai dan bahkan dengan menyogok agar lulus, tapi “… yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahwasannya Allah ta’alatidak member petunjuk kepada kaum yang kafir”. (An Nahl: 107)
Ini adalah bentuk-bentuk pekerjaan yang kufur akbar di dinas pemerintahan thaghut ini, dan untuk poin A, B, C dan D pekerjaan-pekerjaan di sana adalah kekafiran akbar dengan sendirinya yaitu dzat pekerjaannya adalah kufur akbar dan syirik akbar sehingga individu orangnya bisa kita kafirkan karena terbukti kekafirannya di hadapan kita. Adapun yang poin E yaitu yang dikafirkan dengan sebab sumpah/janji setia bukan karena dzat dinas atau pekerjaannya maka kita tidak bisa mengkafirkan individu orangnya kecuali kalau kita mengetahui LANSUNG bahwa dia bersumpah, atau orang itu MENGAKUI bahwa dia bersumpah, atau ada dua saksi laki-laki adil yang bersaksi dihadapan kita bahwa keduanya melihat atau mendengar dia bersumpah atau ada khabar yang istifadlah (masyhur diketahui khalayak umum) bahwa dia bersumpah.
Kalau ada salah satu dari hal-hal itu maka boleh mengkafirkan individu (ta’yin) orang itu, namun bila tidak ada maka tidak boleh mengkafirkannya walaupun sebenarnya dia itu bersumpah (kafir), di mana dihadapan Allah a’ala dia itu kafir sedangkan dihadapan kita dia itu dihukumi muslim karena menampakkan keislaman. Dan bisa saja si A mengetahui dia itu kafir karena melihatnya bersumpah sehingga memperlakukannya sebagaimana orang kafir, namun si B tidak mengetahuinya sehingga menganggapnya muslim, dan itu tidak ada masalah dan si A tidak boleh memaksa si B untuk mengikuti vonis dia, tapi si B boleh mengikuti si A bila dia adil sebagaimana Umar radliyallahu ‘anhu mengikuti Hudzaifah radliyallahu ‘anhu dalam sikap tidak menshalatkan jenazah orang munafik yang hanya diketahui Hudzaifah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Pekerjaan yang haram yang tidak sampai kepada kekafiran.
Yaitu setiap pekerjaan yang tidak mengandung salah satu usur kekafiran di atas akan tetapi bergerak di dalam bidang yang haram, seperti riba, kezaliman, membantu dalam kezaliman, memakan harta manusia dengan batil, atau muwallah shugra (segala yang menghantarkan kepada penghormatan dan kemuliaan orang kafir dengan tetap membenci, memusuhi, dan mengkafirkannya), atau hal haram lainnya.

3. Pekerjaan yang makruh
Yaitu yang tidak ada unsur kekafiran dan keharaman, dengan syarat darurat atau sangat membutuhkan dan tetap menampakkan keyakinan (dien). Dikatakan makruh karena yang dituntut dari orang muslim adalah menjauhi orang kafir. Dan adapun syarat menampakan dien maka dia diambil dari kontek hadits atau atsar yang menunjukkan bahwa sebagian sahabt bekerja pada orang-orang musyrik seraya tetap menampakkan dien yang dianut, di mana Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Khabab ibnu Al Art radliayallahu ‘anhu berkata: “Saya mendatangi Al ‘Ash ibnu Wail As Sahmi untuk menagih hak saya yang ada padanya, maka dia berkata: “Saya tiak akan memberikannya kepadamu sampaikamu kafir kepada Muhammad.”, maka saya berkata: “Tidak, sampai kamu mati terus dibangkitkan pun.”
Bila tidak menampakkan diennya saat dia bekerja di dinas milik thaghut maka dia berdosa karena meninggalkan kewajiban demi dunia.
Dan untuk rincian yang haram dan yang makruh dari pekerjan-pekerjaan di dinas milik thaghut ini silakan rujuk terjemahan Al Mashabih Al Munirah yang ada dalam “Kumpulan Risalah dan Terjemah SIJN”
Orang yang kekafirannya hanya karena sebab sumpah setia kepada thaghut namun dzat pekerjaannya bukan kekafiran seperti bentuk pekerjaan model E, maka dia menjadi muslim dengan berlepas diri dari sumpahnya itu dan ikrar dua kalimah syahadat lagi, walaupun dia tidak keluar dari pekerjaannya, namun yang utama adalah dia keluar dari pekerjaannya itu. Sedangkan orang yang dzat pekerjaannya adalah kekafiran seperti bentuk-bentuk pekerjaan model A, B, C, D, maka dia tidak menjadi muslim kecuali dengan keluar dari pekerjaannya dan ikrar dua kalimah syahadat lagi.
Wallahu Ta’ala A’lam.

Bandung, 12 Oktober 2008
Al Faqier illa rahmti robbi
Akhuukum
Abu Sulaiman Aman Abdurahman



1 komentar:

Anonim mengatakan...

Senin, 2009 Maret 23
" NKRI SESAT DAN KUFUR "

Oleh: Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-Jawy

Segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam, yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, yang mengatur semua ururusan dengan perintah-Nya, dan yang menghinakan musuh-musuh-Nya dengan kekuatan-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad ShallAllohu’ Alaihi Wa Sallam beserta segenap keluarganya, para shahabatnya dan orang yang setia menta’ati ajarannya sampai akhir zaman.

“ Sebaik-baik petunjuk ialah Kitabulloh (Al-Qur’an), serta sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Rasululloh Muhammad ibnu Abdillah yakni Sunnahnya, dan seburuk-buruk perbuatan dan perkataan ialah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan ialah Bid’ah dan setiap KeBid’ahan itu sesat serta setiap kesesatan itu ialah tempatnya di dalam Naar (Neraka) “.

Sesungguhnya telah datang fatwa Al-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahulloh (Semoga Alloh memafkan kesalahan beliau dan mengampuni dosanya serta mengumpulkannya kedalam Jannah (Syurga-Nya)), (Beliau Asy-Syaikh Ibnu Baaz adalah Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia, Ketua Dewan Ulama-ulama Besar, Ketua Pusat Kajian Ilmiah, Fatwa dan bimbingan Islam) bahwa setiap Negara yang tidak berhukum dengan Syari’at Alloh dan tidak tunduk kepada hukum Alloh serta tidak ridha dengannya, maka ia adalah Negara jahiliyyah, kafir dzalim, fasiq. Dengan penegasan ayat-ayat yang muhkam, wajib atas orang Islam membenci Negara itu dan memusuhinya karena Alloh, serta haram atas mereka mencintai dan loyal kepadanya, sampai ia beriman kepada Alloh saja dan menerapkan syari’at-Nya. (lihat Kitab Naqdul Qaumiyyah Al-’Arabiyyah 51 dan Majmu wa Maqaalaat Mutanawi’ah I/309).

Sedangkan Al-Allamah asy-Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan Hafidzhahulloh menjelaskan: ” yang dimaksud negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh Pemerintahan yang menerapkan Syari’at Islam, bukan negeri yang di dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh Pemerintahan yang menerapkan bukan Syari’at Islam, negeri seperti ini bukanlah negeri Islam ”. (lihat Kitab Al-Muntaqaa min Fatwa Fadhilatush Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan II/254). Para ulama yang tergabung di dalam Al-Lajnah Ad-Da’imah, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) ketika ditanya tentang Negara yang dihuni oleh mayoritas kaum muslimin tetapi tidak berhukum dengan hukum Islam, mengatakan: ” Aapabila pemerintahan itu berhukum dengan selain apa yang diturunkan Alloh, maka itu bukan pemerintahan Islam ”. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah I/789 No. 7796). Berikut ini sebagian ciri-ciri Negara kafir, diantaranya adalah:

1. Berhukum Dengan Selain Hukum Alloh Azza wa Jalla.

Setiap Negara yang tidak berhukum dengan hukum Alloh Ta’ala tetapi berhukum dengan undang-undang (hukum manusia), maka status bagi Negara itu adalah sebagaimana firman Alloh: ” Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang Kafir ”. (QS. Al-Maidah: 44). Ketika suatu Negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam kemudian memilih berpedoman kepada undang-undang Negara Sekuler, maka kemungkinan permasalahan yang akan terjadi di tengah masyarakat adalah penghalalan yang haram atau perubahan hukum Islam sesuai logika para penguasa. Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh berkata: ” Orang dikala menghalalkan sesuatu yang disepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang disepakati kehalalannya atau merubah syari’at yang sudah di sepakati, maka dia kafir murtad dengan kesepakatan para Fuqaha ”.

Diantara contoh penghalalan yang haram yaitu riba (bank, asuransi, koperasi, pegadaian, pasar uang, pasar modal, rentenir), ritual kemusyrikan, perdukunan/peramalan, lokalisasi pelacuran/perjudian, pergaulan bebas antara pria dan wanita, penyimpangan sex sesama jenis (lesbian atau homo), menganti jenis kelamin (waria/bencong), seni musik, seni yang mengumbar aurat, olah raga yang mengumbar aurat, budaya suap/korupsi, perselingkuhan, halalnya pakai kondom untuk batasi kelahiran, aborsi.

Dan di antara contoh pengharaman yang halal yaitu pelarangan poligami, pelarangan memakai jilbab, pelarangan memelihara jenggot padahal dicontohkan oleh Rasululloh untuk bedakan kaum Kafir dan Muslim, pelarangan perceraian, pelarangan memusuhi musuh-musuh Alloh, pembatasan jumlah kelahiran anak. Kemudian contoh perubahan hukum Islam sesuai logika penguasa yaitu perubahan penentuan hari raya Islam, penentuan zakat profesi, penentuan perkawinan antar agama, penunjukan pemimpin wanita, hukuman bagi pezina/pencuri/penjudi/penyuap/dukun/peramal/renternir/orang murtad/pemakai narkoba/peminum khamar (miras).

2. Memberikan Loyalitas kepada Negara Kafir.

Alloh berfirman: ” Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), jika kalian memang beriman kepada Alloh dan hari akhir ”. (QS. An-Nisaa’: 59). Al-Imam asy-Syaikh Ibnu Katsir Rahimahulloh berkata: ” Firman Alloh ini menunjukan bahwa orang yang tidak merujuk hukum dalam kasus persengketaannya kepada Kitabulloh dan As-Sunnah serta tidak kembali kepada keduanya dalam hal itu, maka dia bukan orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir ”.

Suatu negara ketika terjepit permasalahan lalu mengadukan kasusnya kepada Negara-negara kafir (Amerika dan sekutunya) untuk memperoleh dukungan jalan keluar, kemudian meninggalkan Alloh dan Rasul-Nya, berarti dia telah memberikan loyalitasnya kepada Negara kafir tersebut, yang di tandai dengan penerimaan segala macam aturan yang akan dibebankan kepadanya. Dan Alloh Azza wa Jalla berfirman: ” barangsiapa diantara kalian mengambil mereka diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka ”. (QS. Al-Maidah: 51).

3. Menyamakan Orang Kafir dengan Orang Islam.

Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah memberi garis pemisah yang sangat jelas antara orang kafir dengan orang Islam dan membedakan kedudukan antara keduanya dengan berfirman: ” Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama seperti orang-orang mujrim (kafir)? ”. (QS. Al-Qalam: 35). Kemudian firman-Nya: ” Tidak sama penghuni-penghuni Neraka dengan penghuni-penghuni Syurga ”. (QS. Al-Hasyr: 20). Namun Negara kafir yang berdiri di atas landasan hawa nafsu dan logika dengan tegas menolak pernyataan Alloh Ta’ala tersebut dan mengatakan kepada semua rakyatnya: ” Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya ”. Dan di dalam aturan yang lain dikatakan Negara ” Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, persamaan kewajiban antar sesama manusia ”.

Oleh karena itu setiap Negara kafir memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk saling mencintai dan menjunjung tinggi kaidah toleransi bagi sesama umat beragama. Ini berarti umat Islam juga mendapat perintah untuk mencintai orang-orang kafir. Padahal Alloh Ta’ala berfirman: ” Sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian ”. (QS. An-Nisaa’: 110). Dan Alloh berfirman: ” Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara atau keluarga mereka ”. (QS. Al-Mujadilah: 22).

Dan dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh: ” Engkau tidak akan mendapati seorang mukmin yang menyayangi orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya. Keimanan seorang mukmin itu menafikan cinta yang demikian. Jika seorang loyal kepada musuh-musuh Alloh dengan hatinya, maka hal itu menjadi bukti bahwa di dalam hatinya tidak ada keimanan yang seharusnya ”. (Kitab Al-Iman hal: 13).

4. Jaminan Perlindungan Kebebasan.

Di Negara jahiliyah seseorang meminta berkah di kuburan, membuat sesajen/tumbal, mengkultuskan Seseorang, mengeluarkan pendapat atau pikiran atau sikap meskipun menyimpang dari Islam adalah hak orang tersebut yang dilindungi oleh undang-undang Negara jahiliyah dengan dalih pamungkas adalah melindungi HAM. Dan Negara jahiliyah akan berkata ” Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Dan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat ”.

Sedangkan Alloh Azza wa Jalla memperingatkan: ” barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu ”. (QS. An-Nisaa’: 115). Dan seseorang yang mengganti sesuka hatinya juga mendapat kjaminan perlindungan Negara sebagaimana dikatakan ” Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu ”.

Padahal menurut ajaran Alloh orang yang murtad hanya punya dua pilihan yaitu kembali kepada Islam atau dibunuh, sebagaimana sabda Rasululloh ShallAllohu’ Alaihi Wa Sallam: ” Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia ”. (HR. Muttafaqun’ Alaih yakni Al-Imam Bukhari dan Al-Imam Muslim dengan Sanad Shahih). Pelestarian budaya kemusyrikan atau penyembah berhala, kuburan, thoghut juga tidak luput mendapat jaminan penghormatan, dikatakan: ” Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban ”. Sedangkan Alloh Azza wa Jalla mengancam tidak akan memberi pengampunan bagi siapapun yang melakukan kemusyrikan, sebagaimana firman-Nya: ” Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa Syirik ”. (QS. An-Nisaa’: 48).

5. Menganut Sistem Demokrasi.

Negara kafir secara tegas mengatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan Menurut Undang-undang Dasar. Sehingga untuk menegakkan kedaulatan dan kekuasaan, maka keputusannya diserahkan kepada rakyat. Sedangkan Alloh Ta’ala berfirman: ” Dan apa yang kalian perselisihkan di dalamnya tentang sesuati, maka putusannya (diserahkan) kepada Alloh ”. (QS. Asy-Syura’: 10). Di dalam sistem demokrasi rakyat memegang peranan yang utama, sehingga ketika Negara ingin menetapkan suatu keputusan, maka putusan tersebut harus ditetapkan dengan suara mayoritas rakyat. Sedangkan di dalam Islam, Alloh Ta’ala memegang peranan yang utama, sehingga ketika kaum muslimin ingin menetapkan suatu keputusan, maka putusan tersebut harus ditetapkan dengan Ridha Alloh Ta’ala semata, sebagaimana firman-Nya: ” Putuskanlah diantara mereka menurut apa yang telah Alloh turunkan ”. (QS. Al-Maidah: 49).

Dengan demikian sesungguhnya demokrasi adalah suatu sistem untuk melawan kekuasaan Alloh Ta’ala Rabbul Izzati di muka bumi dan diantara formulanya adalah menjadikan setiap rakyat memilki kebebasan memilih dengan mengabaikan hukum Alloh Raab semesta alam yang patut disembah. Kekafiran dan kemusyrikan apabila itu adalah pilihan mayoritas rakyat, maka itu merupakan suatu ketetapan yang tidak dapat di tolak oleh pihak manapun.

Perjudian, pelacuran, pergaulan bebas dan segala kemaksiatan dan kemungkaran apabila dianggap sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat modern (seperti Amerika dan sekutunya) dan hal itu menjadi pilihan mayoritas rakyat, maka yang demikian itu tidak dapat ditolak oleh pihak manapun.

6. Wewenang Pembuatan Hukum di Tangan Rakyat.

Menurut Islam menetapkan hukum adalah hak khusus Alloh Ta’ala, sebagaimana firman-Nya: ” Dia tidak mengambil seorangpun sebai sekutun-Nya dalam menetapkan hukum”. (QS. Al-Kahfi: 26). Namun di dalam negara kafir wewenang pembuatan hukum diserahkan kepada rakyat (MPR) atau (DPR). Ini berarti bahwa rakyat memiliki hak khusus yang setara dengan hak khusus Alloh Ta’ala yaitu menetapkan hukum bagi seluruh manusia. Karena itu dalam hal ini rakyat dikatakan berkedudukan pula sebagai Tuhan, dan tentu sudah sepantasnya dikatakan kepada mereka sebagaimana firman Alloh Ta’ala: ” Barangsiapa diantara mereka mengatakan sesungguhnya aku adalah Tuhan selain Alloh, maka orang itu kami beri balasan dengan jahannam. (QS. Al-Anbiya: 29).

Demikianlah diantara ciri-ciri negara yang membenci Islam, para penguasa dan rakyatnya sama-sama memandang bahwa penerapan syari’at islam hanya akan menambah masalah besar bagi mereka karena pada akhirnya akan menghancurkan tatanan nasionalisme (kemusyrikan) yang telah dibangun dengan susah payah hingga mendapat dukungan kafir-kafir Internasional.

Dan sesungguhnya ciri-ciri sebagaimana tersebut diatas merupakan gambaran nyata bagi negara kafir republik Indonesia (NKRI) dan negara-negara kafir sekutunya yang telah berjasa melumpuhkan kekuatan Islam di masa lalu.

7. Khatimah (Penjelasan)

· Hukum yang sesuai adalah dengan menggunakan Hukum Kitabulloh yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mulia bukan buatan manusia.

· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan kepada umat Islam secara luas bahwa Islam adalah agama dan negara. Umat islam berkewajiban menegakkan khilafah islamiyyah yang menjaga dien dan dunia mereka. Usaha ini bisa dimulai dengan mensosialisasikan buku-buku atau kitab-kitab yang berbicara tentang siyasah syar’iyah.

· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan secara luas keapad seluruh umat islam bahwa status negara-negara kaum muslimin saat ini adalah negara ridah. Wajib hukumnya menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa dan menggantinya dengan pemerintahan yang menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

· Para Ulama dan Du’at harus Mensosialisasikan secara luas kepada seluruh kaum muslimin bahwa jihad fi sabilillah merupakan satu-satunya wasilah tamkin dan taghyir yang menyampaikan kepada kekuasaan politik (negara Islam) dengan benar dan kokoh. Cara-cara lain mungkin saja menyampaikan kepada kekuasaan politikm namun pasti tidak akan kokoh dan secara syar’i belum tentu dibenarkan.

· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan wajibnya hidup di bawah pemerintahan islam, wajibnya berhukum dengan syari’ah dan haramnya berhukum kepada pengadilan-pengadilan positif.

· Berbagai kelompok islam hendaknya berkumpul, bermusyawarah dan menunjuk tokoh-tokoh islam dan para ulama serta pakar-pakar berbagai bidang keduniaan yang dikenal baik mempunyai komitmen keislaman yang kuat dan benar, menunjuk mereka sebagai ahlul halli wal ’aqdi (ulul amri) bagi kaum muslimin sampai tegaknya daulah islamiyah. Selama belum tegaknya daulah, persoalan-persoalan kaum muslimin diserahkan kepada musyawarah ulul amri tersebut.

· I’dad kemudian jihad mengangkat senjata melawan pemerintahan murtad. Dimulai dengan mensosialisasikan fatwa wajibnya tadrib ’askari bagi setiap laki-laki muslim yang jihad atasnya wajib. Kemudian penggalangan dana, dukungan dan personal jihad dari umat islam.

· Menghasung para mujahidun untuk menggalakkan operasi-operasi jihad, termasuk operasi istisyhadiyah.

· Sistem Demokrasi adalah bertentangan dengan Syari’at Alloh yakni Islam lihatlah Kitab Ad-Dimuqratiyyah Dinun yang sudah di Terjemahkan dalam Judul Agama Demoqrasi pilih Islam atau Demokrasi?, Karya: Al-Allamah Al-Mujahid Abu Muhammad ’Ashim Al-Burqawi Al-Maqdisi Hafidzhahulloh, Terbitan: Kafayeh Cipta Media

· Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) adalah bertentangan dengan Aqidah Islam serta Tauhid yang Haq (Benar).

· Wajib seorang Da’i dan para Du’at membongkar tuntas kekufuran paham SIPILIS.

· Kepada para Da’i harus membongkar tuntas kekufuran lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan pengawal sistem Sekulerisme (Sipil, Militer, Polisi, termasuk Densus 88).

· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan haramnya berkompromi dengan pemerintahan murtad. Di antaranya dengan mensosialisasikan fatwa haramnya berjuang lewat MPR, haramnya ikut serta PEMILU, wajibnya keluar dari partai-partai Islam (apalagi partai Sekuler).

· Berhukum dengan Hukum buatan Manusia seperti UUD dan Pancasila adalah bathil ketakwaan kita dan menjerumuskan kepada kekafiran sepatutnya Umat Islam berhukum dengan Hukum Alloh yang mulia yakni Kitabulloh Al-Qur’an dan Hukum Rasululloh Muhammad ibnu Abdillah ShallAllohu’ Alaihi Wa Sallam yakni As-Sunnah yang mulia.

· Harusnya kita sebagai umat Islam harus paham betul fatwa para Ulama di atas seperti Al-Lajnah Ad-Da’imah, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dll jangan hanya sebagai selingan doang tapi tidak mau paham terhadap fatwa tersebut diatas seperti kaum Salafiyyun Ma’zum Al-Irja’ Al-Kadzab yang berdusta terhadap fatwa Ulama tersebut.

· Kita sebagai Umat Islam harus Paham kandungan Isi dari QS. Al-Maidah: 44 yang menerangkan bahwa status Negara yang tidak berhukum dengan Hukum Alloh yakni Kitabulloh Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasululloh adalah status Negara itu adalah Kafir bukan Islam meskipun banyak mayoritas Muslim, Pemimpinya beragama Islam, ada adzan dimana-mana, tetapi UUD serta Hukum masih menganut kepada buatan Manusia adalah Negara itu Kafir patut kita ganti Sistem Pemerintahan tersebut dengan Syari’at Alloh yakni Islam yang mulia.

· Negara Indonesia berfalsafah Pancasila dan di dalam bab XV pasal 36 A: “ Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (Untuk lebih jelas lihat PPKN untuk SD dan yang lainnya, bahasan Ekaprasetya Pancasila), intinya kita sebagai umat Islam harusnya meyakini akan kebatilan Pancasila dan UUD serta semboyan Bhineka Tunggal Ika yang patut adalah Umat Islam harus merujuk kepada sumber nash hukum dari Kitabulloh Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih bukan merujuk kepada UUD Thoghut yang dari ciptaan manusia serta Pancasila Kufur.

· Para da’i dan Du’at yang kokoh diatas Manhaj Dakwah dan Jihad harus berani membongkar tuntas gerakan syubhat-syubhat dari klaimer salafi yang merupakan gerakan murjiah/jahmiyah ekstrim kontemporer, yang senantiasa membela pemerintahan thoghut dan setia pula memusuhi da’i dan mujahidin Ahlus Sunnah. Buku-buku atau Kitab-kitab para Ulama yang membahas kesesatan aqidah dan manhaj mereka harus disosialisasikan secara luas, termasuk fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts al-’Ilmiyyah wal Ifta’ yang mentahdzir (Memberikan Peringatan) buku-buku (kitab-kitab) para Ulama salafi (baca mereka Salafiyyun ma’zum atau Salafiyyun al-Irja’ (Murjiah) / jahmiyah ekstrim).

Sekian. Barakallohu’ Fiik, Semoga tulisan ini bermanfaat. Wa’akhiru Dakwathuna. Subhanakallohumma’ Wabihamdikaa’ Ashadu’alaa ‘illaa Anta Astaqfiruka Wa’athubuhu ‘Ilaika. Nun Wal Qolami Wamaa’ Yasthurun, Walhamdulillahirobbil Alamien. Wallohu’ Ta’ala A’lam bish Showab.

Dan segala puji bagi Alloh Robb semesta alam dan shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu’ Alaihi wa Sallam dan keluarganya dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.

dibuat Oleh: Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-Jawy

Editor: Al-Akh Muhammad Lukman As-Sundawy

Muraja'ah: Al-Ustadz Halawi Makmun, Lc, MA Hafidzhahulloh
http://jihaddandakwah.blogspot.com
http://my-littledream.blogspot.com